[Pre-event] Nikolai Mikhailov - Victoria Addison

Em em...

Melirik ke samping kiri dan kanan, memerhatikan isi ruangan. Ada beberapa orang sih tapi tidak begitu ramai seperti biasa. Jam makan siang kan sudah usai jadi yang pasti penghuni dapur tidak begitu sibuk. Mata abunya jelalatan mencari sosok yang bisa membuat pipinya bersemu merah. Di manakah dia? Sang aphrodite atau lebih tepat disebut tuan putri atua em... apa ya? Ratu kali karena namanya mirip dengan ratu.

"Ehm, Veronica... eh Victoria, mana ya?"

Memandang ke kiri dan ke kanan bergantian. Satu persatu juru masak di dapur mulai menyapanya, membuat sang Nikolai kecil hanya menunduk, tersenyum demi menjaga nama baik sang guru. Um... mata terus menjalari tempat, tidak berani masuk karena tidak mungkin meminta hal tersebut di dapur. Uh, tidak lucu deh jadinya.

...

Ini bukan soal strawberry shortcake untuk ulang tahun Shrei, bukan juga soal menu makanan untuk nanti malam. Ini soal pengumuman di dinding, benar-benar deh membuatnya tercengang dan ingin berteriak. Sudah meminta izin sih pada Shrei, toh Lia juga boleh memilih pasangannya kan. Jadi mengapa seorang gentle-man seperti Shu tidak boleh? Ini soal acara Valentine Grand Ball, keinginan tuan supervisor mungkin untuk bisa mengumpulkan semua anggota Black Order dan bersenang-senang semalam. Good! Pikir si bocah lima belas tahun ini, ia menyukai pesta, terutama pesta dansa semenjak ia mulai jatuh hati pada gadis idamannya.

Victoria Addison, sang nona bersurai lembut yang terlihat begitu menawan di matanya. Nikolai jatuh cinta, oke hanya cinta monyet tapi perasaannya asli.

Mengambil napas panjang... kemudian menghembuskannya. Sungguh rasanya jantung mau lompat, ini seperti melamar. LAMARAN!! Oh... oh... rencananya nanti di acara ia mau mengutarakan perasaan pada si gadis. Terima atau di tolak bukan sesuatu yang penting, yang penting perasaannya sampai. Seikat mawar merah, oke itu bagus.

Dan--

"Victoria!" Memanggil nama itu sembari melambaikan tangan. Suara cukup lantang karena terlalu bersemangat. Beberapa orang menoleh melihat sang anak Jenderal Halverson ini. Sementara yang dipanggil belum menyahut. "Em...."

Siapa coba yang tidak terkejut ketika mendengar kabar paling sensasional, mungkin, di abad ini?

Dan, siapa yang tidak antusias?

Pastinya, gadis kecil ini masuk dalam kategori yang terkejut dan yang antusias. Ya, keduanya, terutama yang terakhir, ia antusias sekali. Valentine Grand Ball. Kedengarannya 'wah' sekali kan? Kata Grand Ball saja sudah terdengar mewah untuknya, nah ini ditambah sebuah kata spesial lagi: Valentine! Oh, apa lagi yang bisa lebih baik dari ini?

Hatinya terus berdebar-debar semenjak mengetahui pengumuman itu. Seperti apa pestanya? Gaun seperti apa yang harus ia kenakan? Riasannya? Oh, bagaimana dengan pangerannya? Duh, terlalu banyak pertanyaan di kepalanya, ia jadi bingung sendiri. Pokoknya, Victoria harus ke acara itu. Eh eh, tapi dengan siapa? Tuan Shreizag pasti tidak mungkin mengajaknya kan, yang masih anak-anak ini... Masa dengan ayah?

"Victoria!"

Jantungnya hampir melompat, nyaris saja nampan yang sedang dipegangnya terjatuh. Menaruh nampan, merapikan poni rambutnya, dan menoleh ke asal suara, "Oh, Shu!" menyambut dengan ceria, mendekati sang pemuda berambut abu-abu dengan langkah yang ringan.

"Ada apa?" memasang senyuman manis seperti biasa.

Uwaaah, Victoria berbalik dan semakin semu saja wajah pemuda yang baru beranjak lima belas akhir bulan nanti. Ia menyunggingkan senyum ketika sang gadis pujaan berbalik dan mendekatinya dengan riang, oooh... bagaimana ia bertahan menghadapi rasa kasmaran?! Bahkan Shrei-nya saja tidak memberikan masukan efektif bahwa ia tertohok panah asmara dari adik-adik Cupid yang bertebaran di atas sana.

Demi Zeus deh, bisa pingsan Nikolai membayangkan Victoria memakai gaun. Uwaah, ia akan berteriak-teriak dalam hati dan berjingkrak-jingkrak dalam benaknya.

"Em ya!" Sahutan yang salah dilontarkan begitu Victoria mendekat dan bertanya maksud panggilannya. Ya salah jelas karena ia malah mengacungkan tangan seperti meminta interupsi. "Eeeh bukan, em begini loh... maksudnya..." Salah tingkah, memainkan jemarinya saling beradu, menatap sepatu bootsnya, melemparkan pandangan.

"Itu..." mencoba mengangkat wajah, melirik sang gadis dengan mata safirnya. "Maukah... mau... MAU KAH VICTORIA ADDISON MENJADI PASANGANKU DALAM VALENTINE GRAND BALL?" Kelepasan, ia malah bicara dengan kencang sekaligus meraih tangan Victoria dan menatap tajam.

Tersadar dengan sikap bodohnya, kemudian cepat-cepat melepaskan pegangan itu dan hanya bisa menunduk. "Ma... maaf ya, aku jadi terlalu bersemangat," mengangkat wajah lagi. "Jadi, jadi mau atau tidak?"

SEMOGA ZEUS memberinya restu! Oh bukan, berasa deh kalau ia adalah Eros yang ingin meminang Aphrodite! Maksudnya semoga Victoria belum punya pasangan dan mau menemaninya ke acara itu.

Nona kecil berambut cokelat-merah itu masih berdiri di depan Disciple dari Jenderal Halverson, tersenyum manis menunggu sang pemuda mengutarakan maksud menemuinya.

Nikolai tampak kebingungan, lucu sekali, ini persis seperti waktu mereka pertama kali bertemu. Oh, apa memang begini tabiat Nikolai Mikhailov? Victoria masih memajang senyumnya sambil sesekali memiringkan kepala ketika Nikolai salah tingkah; mulai dari mengacungkan tangan tinggi-tinggi, memainkan jemari, dan akhirnya malah menunduk.

Akhirnya menunjukkan tanda-tanda hendak mengatakan sesuatu, walau masih gelagapan. Dan, siapa sangka Nikolai akhirnya malah berseru lantang sambil memegang tangannya?

"... MAU KAH VICTORIA ADDISON MENJADI PASANGANKU DALAM VALENTINE GRAND BALL?"

Spontan terkejut, dan semburat kemerahan merayapi pipinya yang putih bak boneka Perancis. "E-eh?" bingung, karena tidak menduga hal ini akan terjadi. Nikolai mengajaknya ke Grand Ball! Ya ampun, sungguhan? Victoria bisa pergi? Dan, dengan Nikolai...

Rona kemerahan itu bertambah lagi.

"Jadi, jadi mau atau tidak?"

Malu-malu menatap anak lelaki di depannya, kemudian menunduk lagi. "I-iya..." ucapnya pelan, sambil mengangguk dan memegang ujung celemeknya. Aih, kenapa ia jadi canggung begini...

Mengangkat wajahnya lagi, pipinya yang dihiasi rona kemerahan malah membuat nona kecil ini bertambah manis. Mata biru gelapnya yang bulat menatap mata kelabu milik Nikolai, sambil tersenyum hangat akhirnya berkata, "Victoria mau."

Jantungnya berdetak KENCANG SEKALI kalau boleh dibilang. Hampir ingin pingsan karena terus menunggu jawaban dari nona manis di depannya. Oh! Kalau Victoria menolaknya sekarang apa yang akan ia lakukan? Mengurung diri di dalam bilik penyesalan selama berhari-hari atau memutuskan untuk gantung diri atau?

I... ih, tidak mau! Angannya bergerak jauh, kalau Victoria mengatakan itu, mungkin Nikolai akan terkena serangan jantung mendadak dan tewas di tempat.

Mata lurus menatap safir sang pujaan hati. Seperti sedang berkonsentrasi penuh untuk mengaktifkan Innocence-nya, namun yang terjadi di sini adalah menunggu kata-kata jawaban dari sang nona. Ah! Begini saja nyalinya sudah ciut apalagi kalau mengutarakan perasaannya nanti, bisa-bisa ia mati berdiri atau mati membisu. Uh, siapapun selamatkanlah sang pejuang cinta satu ini, yang pasti Nikolai harus punya cara lebih jitu dan inovatif untuk menaklukan pujaannya.

Mengerutkan dahi, nampak sepertinya Victoria mulai merapal sesuatu. "I-iya..."

Nikolai diam, ia melamun. Menangkap gelagat malu dan ragu dari sang putri. Dia tidak bisa menyimpulkan sesuatu dari kata I-Y-A. IYA APANYA?! Keringat dingin mengucur deras, waduh... bagaimana ini? Mengedipkan mata beberapa kali, ingin membasuh keringat yang mengucur di dahinya deh, sebelum akhirnya raut ragu sang gadis berubah menjadi senyum hangat.

"Victoria mau."

Letupan kembang api! Tebaran bunga! TERIMA KASIH WAHAI VENUS DAN PARA CUPID!! Angannya melayang jauh, merasa ada sayap kecil di punggungnya yang mampu menerbangkan pemuda satu ini. Umurnya LIMA BELAS TAHUN tuan-tuan! Dan ia merasa mau meledak.

"YEAH!" Mengacungkan kepalan tangan tinggi serasa melihat ada akuma level 3 yang tumbang di tangannya. Berjingkrak dan memutar, jantungnya tidak jadi lepas! Ia hidup, bahkan merasa kembali hidup! Seperti bunga mati yang disiram dengan air suci hingga kembali mekar. Yaaah... itulah, anak ini. Tidak sabar ia untuk cerita pada gurunya mengenai hal ini, bahwa ia berhasil mengajak pujaannya.

Menggenggam erat kembali kedua jemari Victoria, tersenyum. "Baiklah! Aku akan memersiapkan semuanya. Terima kasih ya, Victoria!" Berseru, sangat bersemangat. Kemudian melepasnya, dan berbalik mengangkat bootsnya untuk berlari. Mengambil beberapa langkah meninggalkan dapur, tidak lupa untuk melambaikan tangan pada sang gadis.

... See you at Valentine Night,