January 28th 1880
10 AM, morning
Asian Branch's Kitchen
Lagi-lagi (mantan) pangeran ini harus menghadapi situasi yang sangat dilematis.
Kemarin, ia mendengar kabar yang membuatnya tercengang dan membeku di tempat selama beberapa detik. Valentine Grand Ball? Di Eropa? Diprakarsai oleh Chief Supervisor sendiri? Apa-apaan? Sungguh, bejibun pertanyaan ingin diajukannya--diteriakkan, kalau perlu--pada pria Inggris itu. Selama 14 tahun ia berbakti--lebih banyak membuat ulahnya sih--di organisasi bertitel Black Order ini, belum pernah ia mendengar kabar se...
hebat itu.
Masa' iya, organisasi militer macam ini menggelar acara hura-hura seperti Grand Ball? Apalagi dengan... Supervisor super kaku seperti itu. Yang benar saja ah... Aurelio pun masih punya sedikit intelejensi untuk berprasangka terhadap acara yang agak terlalu mengada-ngada ini!
Tetapi, agaknya antusiasme yang menyelimuti seluruh penghuni Black Order cabang Asia membuat prasangka buruknya semakin terdegradasi, dan malah membuatnya sedikit tertular perasaan positif itu... ya... sedikit... Semalaman ia memikirkan tentang acara itu matang-matang, tentang apa saja untung dan ruginya turut berpartisipasi. Kendala utamanya, tentu saja... orang-orang Eropa dan barat (terutama orang Belanda!) akan berkumpul di satu tempat... Melihat wajah mereka saja sudah bikin kesal... Lalu, Grand Ball itu pastinya merupakan acara sosialisai.
Matilah dia! Barangkali baru menapakkan kaki di sana saja ia sudah tidak tahan melihat
bule-bule itu bercuap-cuap tidak jelas dan menari ke sana kemari, menyanyi lagu-lagu asing, tralala trilili...
Satu hal itu jelas membuat Aurelio sangat ingin menepuk jidatnya keras-keras.
Namun, ketika ia mengingat Eropa, ia jadi ingat seseorang berkebangsaan Norwegia yang sejak dulu ingin ia hajar. Oh ya, rasanya pasti puas sekali kalau sudah mendaratkan satu pukulan mantap ke wajah datar orang itu! Oke, itu bisa jadi salah satu alasan untuk pergi ke sana. Bagian terbaik dari acara ini tentunya pesta dansa dengan pasangan... ya, pasangan! Entah berkat dorongan dari mana, ia merasa kalau kesempatan langka ini patut dipertimbangkan matang-matang. Mungkin kesempatan ini tidak akan datang dua kali...
A chance in a lifetime.Kalimat itu terus terngiang-ngiang di kepalanya sepanjang malam... membuat dirinya (lagi-lagi) melewati malam penuh konflik batin. Mungkin kali ini tidak akan ada hal buruk menimpa dirinya... Mungkin ia akan menyesal kalau tidak ikut... Mungkin...
.....
MUNGKIN SUDAH ADA YANG MENGAJAK LILITH PERGIIII??!!
Satu kalimat pemungkas itu sukses membuat dirinya terlompat dari tempat tidurnya di tengah malam (peduli amat deh si Silverius itu terbangun atau tidak), dan itu membawanya ke satu hipotesis pasti: Aurelio HARUS ikut!
Begitulah, sekilas cerita yang melatarbelakangi mengapa ia berpakaian rapi (seragam yang biasanya sih), dengan satu buket bunga berwarna-warni ukuran besar, dan berdiri di depan pintu dapur. Jangan tanya buket bunga itu untuk apa, yang pasti benda itu ada fungsinya. Sebagai pemanis, tentu.
Membuka pintu dapur perlahan, langsung masuk ke dalamnya dan mencari sosok mungil di antara para pengurus dapur. Beberapa orang memberi jalan pada Exorcist yang mempunyai reputasi kurang bagus itu, dan sebagian bertanya-tanya dalam hati untuk apa ia membawa-bawa buket bunga yang jelas-jelas mengundang perhatian di tempat seperti ini.
"Nona Lilith!" memanggil nama gadis itu ketika sosoknya tertangkap oleh mata hitam sang pria asal Maluku.
Oke, ini bagian terpenting yang tidak boleh sampai gagal. Berdeham pelan sambil menatap wajah gadis itu, merasakan jantungnya bekerja jauh lebih cepat. Kemudian, dalam satu gerakan cepat dan bersamaan, ia menyerahkan buket bunga yang dipegangnya dan berseru:
"Pergilah denganku pada Grand Ball nanti!"Ajakan, permintaan, atau... perintah?