[PRE-EVENT] Leonard Chezza - Líadan Ní Súilleabháin

Valentine Grand Ball.

Tidak disangka, ternyata seorang yang keras dan kaku seperti Ezekiel Wright mau mengadakan acara pesta dansa semacam itu. Tapi pasti ada sesuatu di balik acara itu. Ia yakin seorang Ezekiel tidak mungkin mengadakan acara yang 'hanya akan membuang dana'. Tidak tahulah, bukan urusannya juga. Yang jelas, kesempatan untuk bersenang-senang jangan dibuang begitu saja.

Leon sudah tahu pasti siapa yang ingin ia ajak. Sayangnya, entah mengapa pekerjaan seperti tidak mengizinkannya untuk segera memberitahu orang yang ingin diajaknya itu. Rasanya sesekali ia ingin mencekik kepala bagiannya itu. Ia sedikit khawatir adik sepupunya tercinta itu sudah diajak pria lain; Nikolai atau Shrei, misalnya. Makanya ia ingin cepat-cepat mengajak Lia untuk menjadi pasangannya.

Segera setelah pekerjaan terakhirnya beres (ia bahkan tidak mau repot melirik tumpukan pekerjaannya yang masih mengantri untuk dikerjakan), ia langsung keluar dari ruang kerjanya dan langsung mencari gadis itu. Biasanya di jam-jam itu, ia ada di perpustakaan, belajar Bahasa Inggris.

Dan betul saja, tak lama setelah ia masuk ke dalam perpustakaan, ia menemukan sosok berambut pirang itu di meja favoritnya. Ia segera menarik satu kursi lagi, dan duduk di sebelah gadis itu.

"Hai, Lia," sapanya singkat sambil tersenyum ramah, "Bisa mengobrol sebentar?"

Sedikit banyak berharap semoga adik sepupunya itu belum diajak siapapun.

Sore hari, seperti biasa Lia duduk manis di perpustakaan sambil membaca beberapa buku yang bisa membantu memperlancar Bahasa Inggrisnya. Kalau ditanya siapa yang menyarankan, ya siapa lagi kalau bukan kakak sepupunya sendiri, Leon. Biasanya pria itu yang mengajarinya langsung, tapi sepertinya ia sering sibuk, jadi Lia memilih untuk belajar sendiri saja.

Saat masih asyik membaca, ia dikejutkan oleh sapaan seorang pria yang ia kenali sebagai Leon. "Hai, Lia. Bisa mengobrol sebentar?"

Lia langsung mengalihkan pandangannya dari buku yang ia baca. Mengobrol? Di perpustakaan? Bukankah biasanya tidak boleh? Tapi mungkin kalau tidak terlalu berisik boleh. Lagipula sepertinya yang mau dibicarakan itu cukup penting, meski Lia belum tahu soal apa.

"Ya, bisa," jawab Lia singkat. Kira-kira mau bicara tentang apa, ya?

"Ya, bisa."

Terima kasih Tuhan, gadis bermata hijau itu sepertinya tidak sibuk. Menarik nafas dalam-dalam sebelum bertanya, "Maukah kamu... jadi pasanganku untuk Valentine Grand Ball nanti?"

Ia langsung menggigit bibirnya. Rasanya kalimatnya tadi terlalu to the point. Ia bahkan belum menanyakan apakah gadis itu sudah punya pasangan atau belum. Tapi, ya, kalau ternyata Lia memang sudah punya pasangan, ia bisa saja mengatakan 'tidak' pada pria itu.

Masih harap-harap cemas.

"Maukah kamu... jadi pasanganku untuk Valentine Grand Ball nanti?"

Mengerjap pelan mendengar pertanyaan tadi. Rasanya ia memang sempat mendengar tentang adanya pesta dansa di markas pusat tersebut, dan ia tidak cukup tertarik untuk menghadirinya. Tapi sepertinya pria berambut pirang di hadapannya ini punya pendapat berbeda. Dan seingatnya juga, kalau tidak punya pasangan, tidak bisa menghadiri acara tersebut kecuali mendaftarkan diri sebagai staf penunjang.

Lia berpikir sejenak, apakah sebaiknya ia ikut acara tersebut. Melihat ekspresi Leon, sepertinya pria itu benar-benar mengharapkan dirinya berkata 'iya'. Menghela nafas pelan, akhirnya Lia menjawab, "Baiklah. Tapi aku tidak bisa dansa, dan aku tidak punya gaun."

Jujur; sejujur jujurnya jujur.

"Baiklah."

Leon langsung menghela nafas lega. Ternyata ia belum terlambat mengajak Lia. Bayangkan, kalau Lia sudah diajak pria lain, dan Leon terpaksa mengajak wanita lain atau menjadi staf penunjang, dan harus melihat gadis yang dicintainya itu berdansa dengan pria lain... Pasti rasanya sakit hati bukan main. Tapi, oh, kalimat gadis itu belum selesai.

"Tapi aku tidak bisa dansa, dan aku tidak punya gaun."

Mendengarnya, Leon langsung tersenyum lebar. Justru bagus untuknya, ia jadi punya alasan untuk lebih sering bertemu dengan Lia untuk mengajarinya berdansa dan mencarikan gaun untuknya. Benar-benar sempurna.

"Tidak masalah! Aku bisa mengajarimu dansa, dan aku bisa membelikanmu gaun. Kamu tenang saja," balasnya sambil tersenyum lebar.

Merasa tenang setelah mendapatkan kepastian dari Lia, Leon bangkit dari kursinya, siap melanjutkan pekerjaannya dengan lebih tenang. "Aku kembali ke ruanganku dulu, ya... Sampai bertemu lagi!" katanya sambil mengecup dahi Lia, sebelum ia berbalik dan pergi.

[END]