"Sialan kau, Ravel Kohler."
Sesuatu dalam dirinya ingin terkekeh; pertama kalinya, setidaknya dalam markas ini, ia dicaci dengan satu kata tersebut. Pastinya, bila kata tersebut keluar dari bibir sang jendral wanita, Ravel tidak akan heran--hei, kata-kata umpatan memang sering keluar dari bibir sang jendral wanita, baik dalam bahasa sehari-hari ataupun dalam bahasa ibunya.
Alih-alih terkekeh, pria ini memilih untuk mendiamkan umpatan dari Giraile. Tangan kanan memegang Wirksame Wille yang terasa dingin dan berat di tangan kiri. Dahi mengerut, sementara garis bibir melengkung cembung.
Berapa lama lagi?
"Apa yang hendak kau lakukan sekarang?"
"..." Tangan kirinya menaruh menggendong claymore kebanggaannya dan mengaitkannya di belakang punggung. Masih membelakangi Giraile, tangan kanannya pun menaruhkannya di belakang--sama seperti posisi semula.
"Pergi mengunjungi seorang teman."
Pria ini tidak menghadap sang jendral wanita. Ia bahkan tidak mengacuhkan keberadaan Shreizag yang duduk tak jauh dari pintu keluar ruang latihan. Di pikirannya hanya satu orang yang terbayang.
Theodora Xena. Ia harus bertemu dengannya--sekarang.
[OUT, mungkin nyambung ke Loneliness? *dilempar*]