[CENTRAL] Lunch Hour

Nikolai hanya bisa mengangkat bahu sambil menggelengkan kepala, menyerah dengan tindak kaku generalnya itu. Memang seperti itu, tai kok mereka bisa akrab ya?

"Ah Shreirin, tidak apa kok kalau mau bersama mereka nanti malam... aku kan dilarang menganggu atau ikut berkecimpung dalam urusan orang dewasa apalagi meminum brandi sebelum umurku tujuh belas tahun," lagi-lagi ocehan mautnya keluar. Baru saja selesai satu penyegelan ia sudah memancing Shrei untuk bisa menahan amarahnya lagi.

Melihat generalnya itu kemudian beranjak, mau tidak mau Nikolai harus mengikutinya. "Ah iya iya... yang diajak hanya makanan kucing itu saja. Muridnya sendiri ditelantarkan, hanya dipanggil dengan tatapan mata," omelnya melihat Shrei yang lebih banyak memusatkan perhatian pada si golem perak. Anak ini memang haus perhatian rupanya.

"Hei hei~! Aku juga punya nama, kenapa tidak memanggil muridmu sendiri sih!" protesnya sambil tetap mengikuti Shrei dari belakang. Setelah ini pasti akan ada lagu baru untuk generalnya satu itu.

"Ah iya iya... yang diajak hanya makanan kucing itu saja. Muridnya sendiri ditelantarkan, hanya dipanggil dengan tatapan mata,"

Protes Nikolai tidak membuat Shrei menghentikan langkahnya; tidak baik menunda-nunda terus kan? Lagipula, Timcanpi bukan makanan kucing. Yah, memang sih ada saatnya golem perak ini termakan oleh kucing... Tapi golem kan bukan untuk dimakan.

"Hei hei~! Aku juga punya nama, kenapa tidak memanggil muridmu sendiri sih!"

Shrei menghela nafas, kali ini ia menghentikan langkahnya. Nikolai memang butuh banyak perhatian, apalagi anak seusianya butuh kasih sayang lebih... Tapi Shrei tidak bisa menjadi orangtua penuh kasih sayang seperti telah diajarkan Raquel... Walau begitu, ia pernah berusaha.

General berkebangsaan Norwegia ini berbalik, kemudian mengelus kepala Nikolai dengan satu tangannya, "Baiklah... Nikolai. Ayo kita kembali ke kamar." ujarnya masih dengan ekspresi yang datar. Timcanpi turun dari pundaknya, lalu mendarat di atas kepala Nikolai, tanda bahwa golem kecil itu juga perhatian padanya.

"... Tapi jangan bertingkah aneh-aneh nanti." ia memperingatkan, merasa punya firasat bahwa muridnya satu itu akan membuat nyanyian atau tarian baru tentang dirinya. Ia menatap Nikolai untuk memastikan, kemudian memegang punggung belakang Exorcist muda itu dan mendorongnya pelan, menuntunnya untuk keluar dari kafetaria.

[Shreizag out]

---

Mengharapkan Shrei tersenyum? Susah.

Akhirnya general berwajah aspal (maksudnya datar) itu memberikan perhatian pada muridnya yang bawel ini. Yah walaupun tidak terlihat perhatian seorang ayah pada anak seperti umumnya *dilempar* tapi untuk Nikolai hal itu sudah cukup membuatnya terperhatikan.

Namun... "Baiklah... Nikolai. Ayo kita kembali ke kamar."

Anak ini kembali memasang tampang masam, sebutan yang tidak disukainya, "Bukan Nikolai tapi SHU!" protesnya cepat sebelum namanya berubah lagi. Ya kebiasaan anak ini adalah tidak mau mengakui nama aslinya sebagai namanya sendiri, walau yang tercatat dalam daftar Exorcist Black Order ya tentu nama itu.

Akan tetapi rupanya Shrei nampak tidak mendengarkan hal itu. Masih dengan wajah merengut ia lalu mulai melangkah. Yah... setidaknya si golem perak mendarat di atas kepalanya, Nikolai segera menangkap golem tersebut dan memegangnya dengan tangan. Shrei tidak akan membunuhnya atas perlakuan ini, kecuali ia melemparkan golem tersebut pada seekor kucing.

Dan... "... Tapi jangan bertingkah aneh-aneh nanti."

"Aku kan tidak pernah bertingkan aneh~" ucapnya namun sambil berulang kali memikirkan gaya apa yang akan dipertunjukannya nanti di hadapan gurunya itu.



[Nikolai out]

OOT: ketinggalan jauh~~

----------------------------------------------------------------------------------------------

Mendengar percakapan orang-orang di sekitarnya Ressa tidak banyak berkomentar, terutama jika hal tersebut tidak menyangkut dirinya. Hal itu kembali akibat percobaan Ressa yang lagi-lagi gagal membuatnya imortal. Yah, minimal dia kan akan mendapatkan kunjungan malam nanti.

"Ah Shreirin, tidak apa kok kalau mau bersama mereka nanti malam... aku kan dilarang menganggu atau ikut berkecimpung dalam urusan orang dewasa apalagi meminum brandi sebelum umurku tujuh belas tahun,"

Baguslah kalau begitu, pikir Ressa dalam hati. Ia tidak mau 'pertemuan orang dewasa'-nya dirusak oleh kehadiran seorang anak kecil. Tapi kalaupun Shu datang...rasanya ia masih punya kloroform di lemari. Itu akan jauh lebih efektif dari pada 'Fernissere'-nya Shrei, mungkin.

Shrei telah pergi bersama dengan Shu. Ressa melirik Giraile yang masih dengan antengnya duduk di kursinya. Apa daerah penugasan terakhirnya begitu tak beradab sampai Giraile begitu merindukan kafetaria di Markas?

"Ah, Giraile, sebagai teman sesama wanita bolehkah aku menanyakan sesuatu?" tanya Ressa iseng pada Giraile. Yah, sebenarnya itu pertanyaan retorik. Lagipula, biasanya Giraile mau menjawab hampir semua pertanyaan yang diberi awalan 'teman sesama wanita'. "Sejak pertama kali mencoba brandi Viceroy itu aku jadi bertanya-tanya, brandi apa lagi yang kira-kira nikmat, terutama yang bisa diperoleh di dekat sini."

Yah, ini sih, sebenarnya sekaligus mencari informasi. Tapi sepertinya akan jadi obrolan yang menarik juga..

"Ah, Giraile, sebagai teman sesama wanita bolehkah aku menanyakan sesuatu?" tanya Ressa iseng pada Giraile.

Teman sesama wanita? Giraile tersenyum kecut; mungkin hanya Ingressa satu-satunya wanita yang rela memanggil dirinya demikian, mengingat bahwa Shreizag yang grogi di hadapan wanita saja tidak mengalami efek yang sama ketika berhadapan dengan dirinya. Giraile tidak menjawab, merasa bahwa Ingressa akan langsung melontarkan pertanyaannya walau dirinya tetap diam.

"Sejak pertama kali mencoba brandi Viceroy itu aku jadi bertanya-tanya, brandi apa lagi yang kira-kira nikmat, terutama yang bisa diperoleh di dekat sini."

"Ah, yang bisa diperoleh di sekitar ini? Sulit juga," awal Giraile yang mulutnya masih berisi sedikit makanan. Sebelum meneruskan pembicaraan (yang sepertinya akan panjang, mengingat seberapa besar antusiasmenya terhadap topik ini), ia menelan makanannya, dan meneguk air putih. Ia menurunkan gelasnya, sebelum memulai.

"Britania tidak terlalu antusias terhadap produksi brandi... yang terdekat dan dijual di sini mungkin tipe Armagnac dan Cognac, keduanya dari Prancis. Jika kau tertarik, aku bisa memberikan sampel Armagnac Baron de Sigognac yang baru saja kubeli dari perjalan terakhirku padamu," tawarnya dengan senyum khasnya. "Ada beberapa merek Armagnac terkenal yang kudengar telah mulai dijual di Westminster: Larressingle, Delord, Laubade, Gélas, dan Janneau. Jika kau ingin mencoba Cognac, ada Hine, Martell, Rémy Martin, Hennessy, Ragnaud-Sabourin, Delamain, dan... ah, Courvoisier... aku sarankan yang terakhir itu."

Ia berhenti sesaat, mencoba mengingat apa lagi yang ingin diucapkannya, dengan merek berbagai macam brandi berputar di kepalanya. "Kurasa selain dua itu, yang patut kau coba hanya Brandy de Jerez dari Spanyol... rasanya exquisite. Ada juga brandi dari Amerika Serikat, tetapi aku kurang suka anggur yang mereka tanam di California. Ya, sebenarnya, mungkin lebih baik jika kau datangi tokonya langsung, Michelli. Brandi sudah mulai menginvasi pasar impor Inggris." Giraile tertawa kecil begitu mengucapkan ini. Ia masih kesal karena brandi Armenia belum cukup tenar untuk melakukan hal ini, sialnya. Tidak begitu mudah mendapatkannya.

"Tapi kau tahu harga alkohol impor bagaimana..." Giraile meletakkan tangannya di atas meja sebelum mengangkatnya tinggi, menggambarkan kenaikan harga yang tajam. Merasa ia sudah cukup jelas dalam ceramahnya, ia kembali menyantap makan siangnya, menanti pertanyaan atau respon lebih lanjut dari Ingressa.

---

[OOT: Brandy fangirl... *sigh*]