Note : Jangan tanya saya ini maksudnya apa, saya sendiri ga ngerti... Ini ditulis pas saya lagi 'sakaw' dengerin lagu 'Si Volvieras A Mi' yang diputer berkali2 di MP3 Player saya...
credits to Sacchii (Shreizag E. Halverson) n bu Chief (Giraile Arevig A.).
Difríocht
Meski baru genap setahun Lia menjadi Disciple dari Shrei, Lia sudah sering memperhatikan General itu sejak pertama kali ia bergabung dengan Black Order 7 tahun silam. Sejak ia diselamatkan pria itu dari serangan Akuma, ia tidak pernah melepaskan perhatiannya dari pria Norwegia itu. Bisa dibilang, sejak Lia ditolong olehnya, seluruh perhatian Lia dicurahkannya kepada pria yang terpaut 10 tahun darinya itu.
Sejak pertama Lia mendapatkan nama dari orang yang telah menyelamatkannya dari ancaman maut itu, ia langsung mencari tahu semua hal tentang General tersebut. Ia berusaha mencari tahu sebanyak mungkin, karena baginya yang telah kehilangan segalanya, kini Shrei adalah segalanya bagi gadis itu. Dan hanya alasan yang sederhana itu, ia mencari tahu dan akhirnya mengetahui berbagai macam hal tentang Shrei.
Lia tahu bahwa Shrei tidak suka bawang bombay. Lia tahu bahwa Shrei menguasai banyak bahasa dan sangat mencintai bahasa dan budaya dari berbagai belahan dunia. Lia tahu bahwa Shrei senang mendandani orang meski hampir tidak ada yang mau. Lia juga tahu bahwa Shrei alergi pada perempuan.
Tapi di atas semua itu, Lia tahu Shrei juga kehilangan seseorang yang dianggapnya ‘ibu’.
Bagi Lia, tidaklah sulit mengerti perasaan pria itu, karena ia sendiri kehilangan ibunya, satu-satunya keluarga yang dimilikinya sejak ayahnya meninggalkan ia dan ibunya begitu saja saat ia masih berada di dalam kandungan. Tetapi Lia mungkin juga tidak mengerti perasaan pria itu, karena bagaimanapun ia dan Shrei adalah individu yang berbeda. Tingkat kesedihan dan kekosongan yang dirasakan bisa saja berbeda.
Lia sendiri menganggap dirinya bisa langsung pulih dari kedukaan tepat sehari setelah ibunya meninggal… meski ‘kepulihan’ Lia itu sebenarnya adalah bentuk lain dari kegilaannya yang menumpuk jadi satu setelah kehilangan segalanya yang dimilikinya. Kepergiannya ke Inggris pun hanya salah satu bentuk pelariannya, yang menolak dengan keras untuk mengakui bahwa ia sudah rusak sejak kematian ibunya.
Merasakan kemiripan nasib dengan penyelamatnya, Lia ingin berada di sampingnya untuk menemaninya, berbagi kesedihan yang sama karena ditinggalkan oleh orang yang paling dicintai di muka bumi ini. Tetapi Lia tidak mungkin mengatakan keinginannya secara langsung. Bagaimanapun, di dalam hatinya, Lia masih terus menolak untuk mengakui bahwa kematian ibunya sudah meninggalkan luka yang sangat mendalam di hatinya.
Ingin bermanja-manja, melihat sosok ayah dalam diri Shrei… Itu semua hanyalah reaksi dari penolakannya atas kesedihannya karena kematian sang ibu. Aku ingin bersama terus dengan Shrei karena bagiku yang tidak pernah mengenal sosok ‘ayah’, ia adalah ‘ayah bagiku. Lia terus mengulang kata-kata itu di dalam hatinya untuk menutupi kenyataan tentang perasaannya yang sebenarnya, tapi ia tidak bisa berbohong pada dirinya sendiri. Bagaimana ia menutup diri dan ‘melenyapkan’ semua ekspresi dari wajahnya adalah bukti terbesar dari luka hatinya yang tidak akan pernah sembuh.
Lia sendiri sudah berusaha untuk mengisi kembali kekosongan hatinya. Ia bermanja-manja pada Shrei, berkelahi dengan Nikolai, berteman dengan Gabrielle… tapi semua itu dirasanya hanya memperlebar kekosongan yang ada. Karena bagaimanapun juga, tidak ada yang benar-benar mengerti perasaannya, yang terus terluka selama 7 tahun.
Sesekali, ia bertanya pada dirinya sendiri, apakah Shrei juga merasakan hal yang sama dengan dirinya? Luka hati yang terus menganga tanpa pernah bisa disembuhkan, dan tidak akan pernah tertutup oleh apapun juga karena tidak akan pernah ada orang yang mengerti…
Namun setiap kali Lia melihat Shrei bersama dengan seorang General lain, General wanita yang bernama Giraile, Lia mengerti bahwa Shrei berbeda dengannya. Lia juga mengetahui bahwa Giraile juga kehilangan seluruh keluarganya dalam serangan Akuma… yang menurut Lia membuat General itu lebih dekat dengan Shrei ketimbang dirinya sendiri.
Bagaimana tidak? General wanita yang dianggap Shrei seperti ibunya sendiri meninggal dalam misi, dan kemungkinan besar dibunuh oleh Akuma. Sedangkan Giraile, seluruh keluarganya meninggal karena serangan Akuma yang adalah perwujudan dari ibunya sendiri. Tapi Lia, ia kehilangan ibunya dalam situasi ekonomi… suatu situasi yang jauh berbeda dari kedua General tersebut.
Selain itu, Lia belum lama mengenal Shrei, apalagi jika dibandingkan dengan Giraile. Jadi setiap kali ia harus melihat Shrei hanya berdua dengan Giraile, Lia tidak akan berani untuk berada di ruangan yang sama dengan kedua orang tersebut. Hanya aku yang berbeda, itulah yang selalu dipikirkan Lia setiap kali ia menatap kedua orang tersebut.
Sesekali dapat dirasakannya ada sesuatu yang menusuk-nusuk di dadanya, tapi ia tidak mengerti apa itu… dan menolak untuk mengerti perasaan tersebut. Terkadang ia juga terbangun di tengah malam, atau berjalan-jalan tanpa tujuan sampai akhirnya ia tersesat, hanya karena ia memikirkan kedua orang itu.
Benarkah aku dan Shrei bernasib sama?
Sebuah pertanyaan yang tak pernah terjawab itu terus melintasi pikiran gadis itu, membuatnya tidak fokus. Ia tidak mengerti lagi ke mana ia harus melangkah. Setelah kehilangan semua yang bisa dijadikannya pegangan, dan setelah ia menyadari posisinya di mata seorang Shrei, ia rasanya kembali kehilangan apa yang disebut ‘tujuan hidup’.
Seolah belum cukup semua kekosongan yang ada di dalam hatinya, ia kembali mendapatkan berita bahwa ayah kandungnya sudah meninggal, entah berapa tahun lalu. Air mata kembali bergulir di pipinya, bagaikan mata air abadi yang tak akan pernah kering. Semua luka yang tertoreh di hatinya belum sembuh, namun satu lagi sudah ditambahkan.
Bahkan meskipun saat itu Shrei mendekapnya hangat dan berusaha menenangkannya, Lia tidak bisa merasa bahagia. Pendapatnya bahwa ia dan Shrei berbeda masih terus terngiang-ngiang di kepalanya. Pikiran bahwa Shrei hanya menganggapnya sebagai anak kecil yang menyedihkan masih terus terbayang di pikirannya.
Semua perhatian yang ditujukan Shrei padanya, semua waktu yang dihabiskan Shrei bersama Giraile, semua itu hanya terus menambah luka batinnya. Wajar baginya untuk merasa cemburu saat Shrei bersama Giraile, tapi seharusnya ia merasa senang setiap kali Shrei memberi perhatian padanya. Tapi tidak, itu hanya akan terus melukainya, karena pikirannya sendiri bahwa meski Shrei bersikap seolah ia peduli padanya, ia tahu bahwa Shrei tidak akan pernah mengerti dirinya, seperti ia tidak akan pernah mengerti Shrei.
Ia bahkan tidak menolak ajakan Leon untuk minum-minum sampai mabuk saat Malam Natal, karena ia memang ingin melupakan segalanya… segalanya tentang Shrei, tentang orang yang selalu ditemuinya setiap hari. Dan meski ia mengatakan bahwa ia tidak ingat apa yang terjadi padanya setelah ia kehilangan kesadarannya karena mabuk, tubuhnya tidak pernah berbohong. Bekas lebam di pangkal lehernya adalah bukti nyata bahwa Leon sudah berani menyentuhnya. Bahkan anak kecil pun tahu bahwa bekas lebam itu tidak mungkin disebabkan karena benturan.
Dan semua ini membuatnya semakin ingin menghancurkan dirinya sendiri.