Note : have no idea for the title... cerita juga dilabelkan 'Non-canon' karena sebenarnya saya masih belum memutuskan apakah hal yang terjadi dalam cerita ini akan di-canon-kan. Saya sudah memutuskan untuk membuatnya canon!!
Heidrich Kohler (c) masamune11
Tek Xiao Ling, Katagiri Seiryuu (c) Issei Akira
Crimson Rose
“HEDRICH KOHLEEEEEEERRR!! Akan kubuat kau menyesal sudah dilahirkan di dunia ini!!” teriak Xiao Ling marah sambil berlari melintasi salah satu lorong di markas cabang Asia. Sudah entah ke berapa kalinya ia meneriakkan hal ini sambil berlari mengelilingi markas, sekedar untuk mencari Disciple-nya yang masih berusia 12 tahun. Ia terus berlari, sampai akhirnya berhenti di salah satu perempatan lorong. Ia menunduk, tangannya menyentuh lututnya. Ia bernafas dengan cepat, agak kelelahan setelah berlari 1 jam penuh. Tapi setiap kali ada orang yang memandangnya dengan tatapan simpati, ia akan membalas tatapan itu dengan sebuah lirikan tajam.
Entah sudah berapa hari terakhir ia mudah merasa lelah, entah karena ia terlalu sering berlari gila-gilaan atau karena tubuhnya sudah termakan usia. Xiao Ling tersenyum sinis saat ia memikirkan kemungkinan bahwa tubuhnya sudah termakan usia. Ia merasa itu tidak mungkin, karena toh ia masih muda, masih berusia 23 tahun. Dan tentu saja, ia tidak percaya pada rumor yang mengatakan bahwa Exorcist dengan tipe parasit memiliki masa hidup yang lebih pendek.
Menarik nafas dalam-dalam, Xiao Ling menegakkan tubuhnya lagi dan bersiap untuk kembali mengejar Heidrich. Tetapi mendadak ia merasa seperti baru saja mendapatkan tamparan keras. Pemandangan di depannya memburam, dan tubuhnya terasa lemas. Lalu, gelap.
---
Hal pertama yang dilihat Xiao Ling adalah putih. Ya, putihnya langit-langit klinik, tempat ia berbaring sekarang. Sejenak ia bingung di mana ia berada dan mengapa ia ada di sana. Hal terakhir yang diingatnya adalah ia berada di perempatan lorong, beristirahat dari kejar-kejaran dengan Heidrich. Namun saat ia menoleh dan melihat sosok seorang dokter, ia tahu kira-kira apa yang terjadi.
Tanpa banyak komentar, Xiao Ling bangun dari tempat tidurnya. Ia dapat merasakan pandangannya masih gelap, tapi ia tetap memaksakan diri untuk bangun. Didengarnya suara agak gaduh, kemungkinan dari dokter jaganya yang hendak menahannya di tempat itu.
“General, Anda belum pulih benar! Tolong kembali ke tempat tidur dan istirahatlah lagi,” pinta dokter jaga itu sambil menahan Xiao Ling di bahunya. Xiao Ling menepis tangan itu dari bahunya dengan kasar, meski tidak sekasar biasanya. Rupanya meski ia ingin bersikap kuat dan kasar, tubuhnya tidak bisa menyanggupinya.
“Jangan bercanda, aku baik-baik saja,” kata Xiao Ling dingin. Ia turun dari tempat tidurnya, dan berusaha berdiri. Tapi rupanya tubuhnya tidak mau menurut, sehingga Xiao Ling hampir saja jatuh ke lantai kalau saja tidak ditopang oleh dokter malang tersebut.
“General, saya sarankan Anda untuk istirahat. Beberapa hari terakhir Anda sudah memforsir tubuh Anda. Kalau Anda tidak ingin pingsan lagi seperti tadi, Anda wajib istirahat!” kata dokter itu lagi dengan nada putus asa. Sepertinya ia sudah biasa menghadapi orang macam Xiao Ling, yang selalu menolak kenyataan bahwa dirinya pun bisa sakit.
Xiao Ling menatap ke arah dokter itu, yang tampak hanya seperti gumpalan warna krem-hitam-putih di matanya. Ia bersiap untuk melontarkan kata-kata pedas kepada dokter tersebut, dan hampir saya mengatakannya kalau saja tidak ada orang lain yang mendadak menegurnya.
“Ling…” Tanpa harus menengok lagi, Xiao Ling tahu siapa yang memanggilnya. Di seluruh dunia, yang berani memanggilnya dengan nama ‘Ling’ saja hanya satu orang… Seseorang yang dikenalnya, seseorang yang sangat dekat dengannya… seseorang yang ia inginkan untuk terus berada di sisinya, sekaligus seseorang yang tidak ingin ditemuinya dalam keadaannya sekarang.
“Lagi-lagi kamu memaksakan diri… Tidak baik untuk tubuhmu kalau kamu terus-terusan begini!” kata Sei dengan nada… cemas. Pria Jepang itu jarang berbicara dengan nada seperti itu, kecuali kalau ia benar-benar cemas. Sekali lagi, kalau ia benar-benar, sungguh-sungguh cemas dari lubuk hatinya yang terdalam.
Tapi Xiao Ling, seperti biasa, mengeraskan hati dan ekspresinya meski ia tahu dengan jelas bahwa Sei benar-benar mencemaskan dirinya. “Bukan urusanmu, brengsek. Kau kembali saja ke dapur,” kata Xiao Ling dingin. Ia lalu mendorong dokter yang menyangga berdirinya itu, lalu kembali berusaha berjalan.
Tetapi sekali lagi, baru 3 langkah ia berjalan, ia kembali kehilangan keseimbangan. Kali ini, Sei lah yang menangkap wanita yang lebih tinggi 10 sentimeter darinya itu. Tanpa ia duga, tubuh Xiao Ling terasa lebih ringan daripada kelihatannya. Tapi perhatiannya tentang berat tubuh wanita itu langsung teralihkan saat tangannya menyentuh bahu Xiao Ling yang tidak tertutup oleh apapun.
Tubuhnya terasa sangat dingin, seperti es.
Sei terkejut luar biasa saat ia merasakan suhu tubuh General wanita itu. Pastinya suhu tubuh serendah itu tidak disebabkan oleh suhu, karena ruang klinik sudah dilengkapi penghangat ruangan untuk musim dingin. “Ling, kamu—“
“…diam kau…” Sebuah bisikan sinis meluncur keluar dari bibir General itu. Suara itu, meski jelas-jelas mengintimidasi, tapi terdengar begitu lemah di telinga Sei. Pria itu menggigit bibirnya, lalu menuntun Xiao Ling kembali ke tempat tidurnya. Kali ini, wanita itu sama sekali tidak protes.
“Akan kubuatkan bubur untukmu, kamu istirahat dulu. Dokter, tolong jaga Ling,” kata Sei pelan pada orang-orang yang bersangkutan. Ia lalu berbalik, bersiap untuk pergi meninggalkan ruangan tersebut kalau saja tidak ada orang yang mendadak menarik lengan bajunya. Sei menoleh, dan melihat Xiao Ling sedang menarik lengan bajunya dengan tangan yang gemetaran. Jelas kondisi tubuhnya sedang tidak baik.
“…Jangan beri tahu Heidrich…” Sepotong kalimat yang diucapkan wanita berumur 23 tahun itu terdengar seperti ucapan seorang ibu yang mengkhawatirkan anaknya, padahal dirinya sendirilah yang perlu dikhawatirkan. Sei menghela nafas pelan, lalu menggenggam tangan Xiao Ling yang masih menahan lengan bajunya dengan tangan yang bebas.
“Aku tidak akan bilang apa-apa,” jawab Sei sambil tersenyum lembut, meski ia tahu Xiao Ling tidak akan bisa melihat senyumnya itu dalam keadaannya yang sekarang. Xiao Ling lalu menurunkan tangannya, membiarkan Sei pergi. Pria itu sekali lagi berpamitan pada Xiao Ling dan dokter jaga itu, lalu berjalan ke arah dapur.
Di tengah perjalanannya, ia melihat Heidrich yang sepertinya sedang sibuk sendiri. Didorong oleh rasa penasaran, Sei mendekatinya dan menyapanya. “Sedang apa kau di sini, Heidrich?” tanya Sei sambil tersenyum ramah pada anak lelaki itu. Anak itu sepertinya tidak menduga kedatangan Sei, kalau dilihat dari caranya menatap Sei dengan tatapan terkejut.
“Bu… bukan urusanmu!! Kecuali kamu mau membantuku mengalahkan si Nenek Tua itu, aku tidak akan bilang apapun!! Hmph!!” teriak anak itu keras. Sei tertawa kecil. Sedikit banyak, ia melihat ada kesamaan antara Heidrich dengan Xiao Ling. Karena selama ini Xiao Ling mendidiknya seperti itu, mungkin? Sei hanya bisa tersenyum melihat bagaimana bocah satu itu berkembang semakin mirip dengan Generalnya itu.
“Tenang saja, aku tidak akan bilang apa-apa kepada Ling,” kata Sei sambil tersenyum ramah, sementara Heidrich masih cemberut sambil menyembunyikan apa yang baru saja dibuatnya untuk mengusili orang yang sudah merawat, mendidik, dan melatihnya selama setengah tahun belakangan ini.
“Oh ya, kakak berkacamata! Kamu tahu di mana si Nenek Tua itu?” tanya Heidrich lagi, tanpa mengurangi tingkat ketidaksopanannya. Sei terdiam. Tentu saja ia masih ingat janjinya pada Xiao Ling untuk tidak berkata apa-apa soal kondisinya yang sekarang.
Sei tersenyum lagi, sebuah senyuman yang tidak setulus sebelumnya… sebuah senyuman untuk menutupi perasaan hatinya yang sebenarnya. “Wah, aku juga tidak tahu. Bagaimana kalau kau mencarinya di arena latihan?” jawab Sei tenang. Heidrich tampak mengangkat salah satu alisnya, agak meragukan jawaban pria itu karena ekspresi wajahnya yang agak berubah. Tapi ia tetap mempercayai jawaban itu, dan bersiap pergi ke arena latihan.
“Kalau dia sampai tidak ada, kamu yang akan kuusili, ingat itu!!” ancam Heidrich sebelum akhirnya berbalik dan pergi. Sekilas, saat bocah itu berlari, Sei dapat melihat bayangan Xiao Ling muda, yang berlari pergi untuk melakukan tugasnya sebagai Exorcist.
Sei tersenyum pahit mengingat kondisi Xiao Ling yang sedang menurun, dan bayangan wanita itu yang tampak pada Heidrich. Anak itu sudah berkembang menjadi Exorcist yang baik, tapi Sei tidak ingin kalau anak itu sampai menjadi Exorcist seperti Xiao Ling sekarang. Posisi yang terlalu tinggi hanya akan merusaknya, dan menghancurkannya dari luar-dalam.
Sei kembali menghela nafas pelan, dan berjalan menuju dapur. Seperti yang Xiao Ling katakan, tempatnya adalah di dapur, memasak untuk semua orang di markas itu. Dan selama ia masih hidup, ia akan terus memasak untuk semua orang, menyambung hidup mereka sehari lebih lama lewat makanan yang ia masak. Dan kalau masakannya bisa membuat sahabatnya hidup lebih lama, ia rela untuk terus menjadi koki sampai akhir hayatnya… menjadi koki untuk satu orang wanita yang disayanginya, Tek Xiao Ling.
[THE END]